Cara Menetapkan Awal Dan Simpulan Ramadhan
Ada tiga alternatif metode untuk menetapkan awal dan simpulan bulan Ramadhan :
1.) Hisab (penghitungan kalender hijriyah)
2.) Ru’yah (melihat hilal atau bulan pada simpulan bulan Sya’ban)
3.) Istikmal (menyempurnakan jumlah hari pada satu bulan hingga 30 hari)
Di Indonesia, perbedaan awal dan simpulan Ramadhan biasanya diakibatkan pada ketidaksamaan hasil yang diperoleh melalui metode-metode di atas terutama metode ru’yah dan hisab.
Mayoritas ulama atau jumhur ulama beropini bahwa penetapan awal dan simpulan Ramadhan hanya boleh dengan memakai metode ru’yah. Jika metode ru’yah tidak sanggup dilaksanakan alasannya ialah terhalang mendung atau hujan, maka digunakanlah metode istikmal. Jadi, dalam konteks ini, metode istikmal bukanlah metode tersendiri tetapi metode lanjutan saat metode ru’yah tidak efektif. Proses ini dikuatkan oleh hadits Rasulullah saw. :
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ
"Berpuasalah kalian dengan melihat (hilal/bulan) dan berbukalah dengan melihat (hilal/bulan) pula. Apabila (penglihatan) kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari bulan Sya'ban menjadi tiga puluh (hari)". (HR. Bukhari)
إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلَالَ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُوْمُوْا ثَلَاثِيْنَ يَوْمًا
"Jika kalian telah melihat hilal (bulan), maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya kembali, maka berbukalah. Namun, bila bulan itu tertutup dari pandangan kalian (karena awan), maka berpuasalah sebanyak tiga puluh hari." (HR. Muslim)
Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali beropini bahwa penetapan awal dan simpulan Ramadhan harus dilakukan dengan metode ru’yah, bila metode ru’yah terhalang cuaca (awan) maka dengan metode istikmal. Namun, ada sebagian kalangan Syafi’iyyah (Ulama Pengikut Imam Syafi’i) yang membolehkan memakai metode hisab dengan dasar meringankan para jago hisab (ahli penanggalan). Akan tetapi, pendapat sebagian Syafi’iyyah itu pun tidak sanggup dijadikan dasar penetapan yang mengikat umat secara umum maupun dalam lingkup yang lebih terbatas.
Jadi, bagaimana kedudukan metode hisab?
Hisab ialah metode pendamping, sekedar memperkirakan (secara teoritik) apakah metode ru’yah sanggup dilakukan atau tidak. Adapun hasil akibatnya tetap didasarkan pada hasil metode ru’yah.
Sebagai catatan, hasil metode ru’yah tidak berlaku secara global (mendunia). Metode ini hanya berlaku untuk daerah, wilayah maupun negara berdekatan saja.
Maka, awal dan simpulan Ramadhan di Indonesia sanggup saja berbeda dengan di Arab Saudi maupun negara lainnya. Sebab, secara geografis antara Indonesia dan Arab Saudi berbeda dan berjauhan. Jadi, mungkin saja hasil metode ru’yahnya akan berbeda.
Wallahu A’lam
Oleh : KH. M. A. Sahal Mahfudz
Sumber : Dialog Problematika Umat
Baca Juga :
Cara Niat Puasa Ramadhan
Cara Niat Puasa Menurut 4 Madzhab
Comments
Post a Comment