Belajar Dari Nabi Ibrahim



Nabi Ibrahim yaitu sosok Nabi yang menjadi bapak moyangnya para Nabi. Sebab, dari jalur Nabi Ibrahim-lah lahir para utusan Allah. Dimulai dari putra Nabi Ibrahim yang berjulukan Nabi Ishaq yang memiliki tiga putra yaitu, al-‘Aish, Yahuda dan Nabi Ya’qub. Dari jalur al-‘Aish menurunkan Nabi Ayyub dan Nabi Dzulkifli, dari jalur Yahuda melahirkan Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Zakariya, Nabi Yahya dan Nabi Isa, sedang dari jalur Nabi Ya’qub lahirlah Nabi Yusuf, Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi Ilyas, Nabi Ilyasa dan Nabi Yunus. Adapun Nabi Muhammad saw. sendiri merupakan salah satu keturunan Nabi Ibrahim dari jalur Nabi Ismail. Mengapa nama besar dan teladannya menjadi referensi bagi seluruh insan di muka bumi? Berikut sedikit citra wacana cerita Nabi Ibrahim.
Saat masih bayi, Nabi Ibrahim telah dipelihara pribadi oleh Allah melalui petunjuk-Nya dikala diungsikan ibunya di hutan jawaban diancam akan dibunuh. Saat itulah Nabi Ibrahim menghisap ibu jarinya yang dapat mengeluarkan air susu sebagai makanannya atas petunjuk-Nya. Setelah beranjak remaja, nalar dan fikiran Nabi Ibrahim mulai mencari keberadaan penciptanya. Dalam fikirannya terbetik pertanyaan, Siapa yang menciptakanku, alam dan seluruh isinya?. Hal itu tertuang dalam beberapa ayat Al-Qur’an surah Al-An’am ayat 74 – 79.
Ketika mulai menginjak dewasa, Nabi Ibrahim telah berani menyerukan bahwa Tuhan manusia, alam dan seluruh isinya yaitu Allah. Bahkan Nabi Ibrahim berani menghancurkan berhala-berhala dan berdebat dengan rajanya wacana aqidah. Sehingga raja Namrudz sebagai penguasa di kerajaannya murka besar dan aben  Nabi Ibrahim dengan kayu bakar yang tumpukan kayunya hingga puluhan meter. Dengan pertolongan-Nya, Nabi Ibrahim selamat dari dahsyatnya kobaran api. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya surah Al-Anbiya ayat 67 – 71.
Dalam mengarungi kehidupan dengan istri dan anak-anaknya, Nabi Ibrahim banyak mengajarkan wacana kedermawanan dan kasih sayang kepada orang lain. Ada kisah-kisah menarik wacana kedermawanan Nabi Ibrahim.
Pertama, Nabi Ibrahim tidak pernah menikmati masakan sendiri, dia niscaya mengajak keluarga, saudara, tetangga, tamu ataupun orang-orang yang kebetulan lewat untuk makan bersamanya. Suatu hari, ada seorang Majusi yang ingin meminta masakan kepada Nabi Ibrahim. Saat memberi makanan, Nabi Ibrahim menasihati supaya si Majusi meninggalkan sesembahannya dan mulai beralih menyembah Allah. Namun, si Majusi malah menolak permintaan dan masakan Nabi Ibrahim sambil meninggalkan rumah Nabi Ibrahim begitu saja. Saat itulah Allah pribadi menegur Nabi Ibrahim, “Hai Ibrahim, Mengapa engkau menunjukkan masakan dengan sebuah syarat? padahal Aku menunjukkan nikmat dan rezeki setiap dikala kepada makhluq-Ku yang taat maupun durhaka. Apakah engkau tidak aib dengan-Ku yang setiap dikala menunjukkan nikmat dan rezeki kepada seluruh makhluq-Ku biarpun mereka ingkar kepada-Ku”. Setelah mendengar teguran Allah tersebut, Nabi Ibrahim pun bergegas memanggil kembali si Majusi dan menunjukkan masakan sesuai cita-cita si Majusi. Sejak itulah, Nabi Ibrahim semakin tambah gemar memberi walaupun sebelumnya sudah dikenal sebagai Nabi yang dermawan.
Kedua, sangking dermawanannya, kekayaan dan rezeki Nabi Ibrahim semakin hari semakin bertambah banyak. Bahkan hewan-hewan ternaknya pun semakin berkembang, alasannya setiap ada tamu maupun orang yang minta, niscaya dia sembelihkan satu ekor atau lebih binatang ternaknya. Suatu ketika, ada seseorang yang mengagumi kedermawanan Nabi Ibrahim berkata, “Hai Ibrahim, engkau dikenal sebagai Nabi yang sangat dermawan, engkau hidangkan tamu-tamumu dengan sembelihan binatang dan engkau kurbankan hewan-hewan ternakmu untuk kaum. Apa yang menjadi dasar dan pedomanmu itu?”. Nabi Ibrahim pun menjawab, “Aku diperintahkan oleh Allah untuk saling menyebarkan kepada sesama, menghormati tamu dan berkurban dengan menyembelih hewan-hewan ternakku untuk orang lain”. Tak disadari, Nabi Ibrahim menambahi ucapannya, “Seandainya Allah memerintahkanku untuk menyembelih anakku, saya pun siap menjalankan perintah-Nya”. Saat itulah terjadi insiden yang tertuang dalam surah Ash-Shaffat ayat 102 – 111.
Dari sedikit cerita wacana Nabi Ibrahim itu, ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik. Pertama, kebesaran nama dan kesuksesan yang diraih Nabi Ibrahim dilalui dengan aneka macam macam ujian besar dan kemaun keras Nabi Ibrahim untuk menemukan identitas Tuhan-Nya melalui aneka macam cara pemikiran dan dakwahnya. Kedua, Nabi Ibrahim yaitu sosok Nabi yang dikenal sangat kaya dan gemar memberi dengan tanpa memandang aqidah orang yang dibantunya, sehingga dia dikenal dan dihormati oleh orang-orang yang tidak hanya dari kalangan kaumnya saja. Ketiga, ikhtiar dan doa-doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim kepada Allah merupakan senjata ampuh dalam menunjukkan sesuatu yang berharga dan yang terbaik bagi generasi penerusnya.
Maka, ajarilah belum dewasa kita, untuk senantiasa menyebarkan kepada sesama supaya muncul sifat gemar memberi di dalam hatinya. Doakanlah belum dewasa kita, supaya kelak menjadi penerus kebaikan yang kita tanam. Mereka yaitu penerus generasi kita, maka, sebagaimana pepatah bilang, “Siapa menanam, ia akan menuai hasilnya”, jika kita merawat tanamannya dengan baik, Insya Allah kesannya pun akan baik pula.


Wallahu A’lamu bi Muradih


al-Faqier ila Rahmati Rabbih
Saifurroyya
03-10-14, Kaliwungu Kota Santri


Kunjungi :


Comments

Popular posts from this blog

Kyai Ageng Haji Muhammad Ulinnuha Arwani

Pesan Hikmah

Pesan Kh. Arwani Amin (Mbah Arwani Kudus)