Rasulullah Merasa Belum Dijamin Masuk Surga



Menanggapi aneka macam persepsi ihwal pernyataan al-Mukarrom al-Habib Quraish Shihab, saya sedikit ingin menyebarkan ihwal bahasan pernyataan itu. Sebenarnya bagi saya sendiri, pernyataan tersebut bukanlah pernyataan yang perlu digegerkan, alasannya ialah sebelumnya juga ada pernyataan ulama besar alm. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dianggap sesat oleh kelompok yang merasa dirinya ‘alim atau paling benar.
Gus Dur pernah melontarkan pernyataan bahwa “Allah tidak perlu dibela”. Kalau kita mau menelisik lebih dalam lagi, bahwa yang perlu dibela ialah agama Allah bukan Allah, alasannya ialah Allah ialah Tuhan Maha Segalanya. Biar pun semua penduduk bumi itu kafir dan durhaka, Allah tidak merasa rugi dan marah. Sebab kedurhakaan dan ketaatan insan pada Allah akan kembali pada dirinya sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam surah Ibrahim ayat 8 : “Dan Musa berkata ‘ Jika kau dan orang yang ada di bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah), maka bergotong-royong Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji’ “.
Adapun pernyataan al-Habib Quraish Shihab itu berkaitan dengan posisi Nabi Muhammad saw. yang merasa belum dijamin masuk surga. Ini ada kaitannya dengan hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yaitu :

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَلَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ إِمَّا مُحْسِنًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَزْدَادَ خَيْرًا وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعْتِبَ

Bahwa Abu Hurairah berkata; saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Tidak ada seorang pun yang masuk nirwana alasannya ialah amalannya." Para sobat bertanya; "Begitu juga dengan engkau wahai Rasulullah?" dia bersabda: "Tidak juga dengan diriku, kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya padaku, oleh alasannya ialah itu berlaku luruslah dan bertaqarublah dan janganlah salah seorang dari kalian mengharapkan kematian, jikalau dia orang baik supaya saja dapat menambah amal kebaikannya, dan jikalau dia orang yang jelek (akhlaknya) supaya dapat menjadikannya dia bertaubat." (HR. Bukhari)
Hadits diatas menggambarkan betapa tawadlu’nya Nabi yang tidak merasa menjadi penghuni nirwana sebelum Allah menawarkan rahmat dan karunia-Nya, hanya alasannya ialah mengandalkan amaliahnya saja. Saya teringat kisah Imam al-Ghazali dengan seekor lalat :
Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Nashaihul ‘Ibad menulis kisah seseorang yang berjumpa Imam al-Ghazali dalam sebuah mimpi sesudah Imam al-Ghazali wafat. “Bagaimana Allah memperlakukanmu?” tanya orang tersebut.
Imam al-Ghazali mengisahkan bahwa di hadapan Allah ia ditanya ihwal bekal apa yang ia serahkan untuk-Nya. Al-Ghazali pun menimpali dengan menyebut satu per satu seluruh prestasi ibadah yang pernah ia jalani di kehidupan dunia.
Aku (Allah) menolak itu semua!” Ternyata Allah menampik aneka macam amalan Imam al-Ghazali kecuali satu kebaikannya ketika bertemu dengan seekor lalat.
Suatu dikala Imam al-Ghazali tengah sibuk menulis kitab sampai seekor lalat mengusiknya barang sejenak. Lalat “usil” ini haus dan tinta di depan mata menjadi target minumnya. Sang Imam yang merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya itu.
Masuklah bersama hamba-Ku ke surga,” kata Allah kepada Imam al-Ghazali dalam kisah mimpi itu.
Hikayat ini mengandung pesan ihwal betapa dahsyatnya imbas hati yang higienis dari egoisme, semata untuk kepentingan diri sendiri. Kasih sayang Imam al-Ghazali yang luas, bahkan kepada seekor lalat pun, membawa tokoh dengan jutaan pengikut ini pada kemuliaan
Peristiwa ini secara samar, menampar sebagian kalangan yang kerap membanggakan capaian-capaian keberagamaannya. Karena ternyata evaluasi ibadah insan sepenuhnya milik-Nya, bukan milik manusia. Tak ada ruang bagi insan menghakimi kualitas diri sendiri ataupun orang lain. Segenap prestasi ibadah dan kebenaran agama yang disombongkan dapat jadi justru berbuah kenistaan.
Imam al-Ghazali bergotong-royong hanya mempraktikkan apa yang diteladankan dan diperintahkan Nabi dalam salah satu sabdanya “ Sayangilah semua yang ada di bumi, maka semua yang ada di langit akan menyayangimu. (HR. Muslim)
Dari keterangan-keterangan tersebut, dapat sedikit disimpulkan bahwa, apa yang salah dari pernyataan al-Mukarrom al-Habib Quraish Shihab?. Dalamilah dulu sebuah pernyataan, sehingga tidak menjadikan praduga-praduga yang karenanya memvonis dan menghina seseorang tanpa dasar ilmu yang lebih luas. Ilmu agama yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits sangatlah luas, jadi jangan merasa lebih benar hanya alasannya ialah sudah hafal Al-Qur’an dan beberapa Hadits kemudian menvonis dan menghina seseorang dengan seenaknya. Apalagi yang divonis ialah orang mulia dan sangat berjasa bagi perkembangan tafsir Al-Qur’an di Indonesia.
Rasulullah saja merasa belum dijamin masuk surga, apalagi kita!!. Maka, renungkanlah dan tanamkanlah perilaku rendah hati (tawadlu’) dan perilaku nrimo dalam menjalankan setiap amal ibadah. Karena yang menilai semua amal ibadah ialah Allah. Keikhlasan akan dicapai bila kita senantiasa bertaqarrub kepada-Nya dan berjalan lurus sesuai dengan syariat agama Islam.

Wallahu A’lamu bi Muradih  

al-Faqier ila Rahmati Rabbih
Saifurroyya
17 Ramadhan 1435 H., Kaliwungu Kota Santri

Comments

Popular posts from this blog

Kyai Ageng Haji Muhammad Ulinnuha Arwani

Pesan Hikmah

Pesan Kh. Arwani Amin (Mbah Arwani Kudus)